Friday, 3 December 2010

Rendezvous - Bagian 1 sampai 4

Rendezvous
Bagian 1, 2, 3 dan 4.

"Aku", "Dia", "Kamu" dan "Kalian".


Rendezvous - Bagian 1

"Aku"


Aku adalah individualis melankolis, sensitive, positive dan menyukai segala hal yang audio-visual. Aku penggembira, menyukai aroma Cappuccino di pagi hari ketika memulai aktifitas. Aku juga menyukai memasang sabuk pengaman sebelum mengendarai mobil. Hal tersebut membuatku merasa aman dan nyaman.

Aku menyukai banyak hal, tapi yang paling kusukai adalah ketika melihat namamu muncul di layar Blackberry ku.



Rendezvous - Bagian 2

"Dia"


Dia adalah sahabat lamaku. Seorang anak hartawan. Dia tinggi, supel dan sangat pandai berwacana. Sejujurnya aku bisa melihat ketertarikanmu padanya.

“Dia.. Dia mengajakku keluar,” kamu memulai percakapan harian kita sambil berseri-seri. “Dia baru saja meneleponku, katanya besok malam ada peresmian kantor barunya dan ia ingin aku menjadi pendamping nya.”

“Oh.. Bagus sekali!” balasku.

Ada sedikit rasa tidak enak di dada ku. Disanakah letak hati seorang manusia?

Kata guru biologi sewaktu aku masih di kelas 5 SD, hati letaknya ada di bagian kiri perut. Harusnya aku merasakan sakit perut bukan sakit di dada.

Dia orang yang sudah lama kamu kagumi.

Kamu lumayan sering mengungkit soal dirinya ketika kita bercakap, bagaimana kamu berharap dia bisa menyadari kehadiranmu. Sekarang dia telah menyadarimu. Bahkan mengajakmu menjadi pendampingnya ke pesta.

Ada sebuah ungkapan ‘Bahagialah jika melihat orang yang kamu cintai bahagia.’ Saat itu aku merasa ungkapan itu FAIL! Gagal! Teruk! Benar-benar tidak relevan dan tidak bisa diandalkan.



Rendezvous - Bagian 3

"Kamu"


Kamu dan aku, percakapan kita selalu terjadi di waktu yang sama setiap hari. Kurang lebih pukul sebelas malam. Percakapan kita selalu dimulai oleh kamu atau aku.

Aku tidak tahu mengapa aku memilih untuk tetap menjadi orang yang berbicara denganmu, dan dipilih menjadi orang yang kamu ajak bicara. Kadang aku merasa tersanjung menjadi kawan bicaramu karena kamu tidak seperti wanita lain, kamu elegan dan menarik tanpa harus berpakaian terbuka. Kamu berwawasan, rendah hati dan rajin.

Kamu dan aku, kita jarang bertemu. Hanya sering bercakap melalui Blackberry. Ya. Tidak ada yang romantis, tidak ada yang begitu luar biasa tentang hal itu. Ini lah satu-satunya cara berkomunikasi yang paling efisien diantara kita. Topik pembicaraan kita juga tidak terlalu banyak. Kebanyakan tentang hal-hal yang kamu lakukan pada hari itu, atau hal-hal yang aku lakukan. Kadang-kadang kita menertawakan hal konyol bersama.

---

Taukah kamu kamu mengingatkan ku dengan kue mochi?

Kamu tertawa ketika aku tidak sengaja memanggilmu dengan sebutan Mochi di salah satu percakapan kita. Menurutmu sebutan itu konyol. Namun setelah kerjadian itu, sebagai ganti nya kamu menamaiku Mochi Pink. Ketika ingin kuberi warna ke sebutan Mochi untuk mu, kamu dengan tegas menolak semua warna.

“Mochi Putih?”

“Mochi Hijau?”

“Aku mau Mochi Pelangi!” tulis mu memaksa. “Mochi Pelangi agar aku tidak pernah kesepian.”

Aku tertegun dan hanya bisa tersenyum membaca jawaban mu. Begitu banyak orang kesepian di dunia, pasti mereka juga ingin menjadi Mochi Pelangi seperti dirimu pikirku.

---

Mochi adalah kue yang lunak, manis dan lembut tetapi lengket sekali. Semula nya Mochi itu berwarna putih bertabur gula dan kacang tumbuk. Kamu sama seperti kue Mochi itu melekat lengket di benak ku. Bandel dan tidak mau lepas.

Setiap aku mencoba berhenti memikirkanmu, melepaskan keinginan untuk mencarimu. Aku selalu gagal, tidak pernah bisa berhasil.

Jika kamu bertanya padaku, apakah aku jatuh cinta padamu. Aku tidak tau jawabannya. Tidak ada definisi yang tepat tentang cinta. Tetapi taukah kamu sewaktu suatu hari di tengah percakapan kita hatiku merasa sakit ketika kamu menulis bahwa kamu merasa kesepian di tempat ramai?

Taukah kamu, kalau kamu adalah orang pertama yang muncul di pikiranku ketika aku bangun tidur?

Kadang ketika kamu mengeluhan kepada ku bahwa kamu membutuhkan lebih banyak cinta. Saat-saat itu aku begitu tergoda, untuk membawamu ke tempat yang jauh dari semua jenis kehidupan. Sebuah tempat yang tenang dan damai. Sebuah tempat di mana aku bisa membuat mu berhenti merasakan kesepian itu, dan menyayangimu sepenuh hati...



Rendezvous - Bagian 4

"Kalian"


Mukamu berseri-seri ketika kita bertemu siang ini.

“Hey, dia akan menjemputku malam nanti!” ucapmu ceria.

Dengan senyum setulusnya aku bersuka cita untukmu, bagaimana pun ini adalah hari kemenanganmu. Kau telah suka padanya untuk beberapa waktu dan hari ini adalah hari pembuktian dia juga merasakan hal yang sama terhadapmu.

Hey sahabatku, mungkin kamu akan berubah kelak setelah kalian jadian. Aku tidak keberataan, melihatmu tersenyum bahagia sudah cukup bagiku walaupun hati ini teriris-iris.

Awal-awal kalian bersama sungguh berat bagiku.

Kamu dan aku masih mengobrol sampai ketika sebuah momen dimana arah topic pembicaraan kita terkesan terlalu akrab. Kamu berkata lebih baik kita tidak terlalu banyak bercakap.

Menghargai permintaan mu, aku memutuskan untuk mundur dan menjauhkan diri.

Bagaimanapun juga aku yang seorang manusia memiliki sebuah harga diri.

Malam usai bercakap terakhir kalinya denganmu, aku menerima tawaran proyek membangun sebuah komplek perumahan di ibu kota selama setahun. Segera kukepak koper dan tas ranselku, aku memesan tiket pesawat pertama keesokan harinya menuju ke Ibu Kota. Aku sangat berharap selama setahun penuh masa kontrak kerja ku aku bisa pelan-pelan menghapusmu dari ingatanku.

Ketika berada di airport keesokan harinya. Aku merasa hampa dan kosong. Menghentakkan kakiku melangkah ke pesawat, aku berangkat terbang diantara langit kota kita di pagi hari.


-End-



This is my first attempt of Continuous Story.

If there's a single human being who understand Indonesian and happen to read this in my blog. Please drop a comment :)

M.

No comments:

Post a Comment

 
back to top //PART 2